Bismillahir-Rahmaanir-Rahim
... Aku tak tahu, apakah ini kesialanku atau keberuntunganku. Satu yang kutahu,
inilah jalan yang diberikan Allah untuk bertemu jodohku. Meski awalnya, aku
merasa sial karena kecelakaan itu dan aku harus mengganti rugi tidak sedikit.
Toh akhirnya justru kesialanku itu membawaku ketemu jodoh.
Ceritanya begini,
secara tak sengaja aku menabrak seorang polisi sepulang kuliah. Tak kusangka
“motor butut”-ku bisa merusak total motornya yang bernilai puluhan juta.
Perasaan, mataku sudah fokus ke jalan, tak jelalatan kemana-mana. Doa juga
sudah kubaca saat aku menyalakan mesin motor di parkiran I kampus.
Memang sudah apes dan
inilah yang dinamakan takdir. Nggak diminta dan meski sudah hati-hati eh…
nabrak juga, … polisi lagi.
Aku dan motorku sempat
juga jungkir balik, Alhamdulillah lukaku tak seberapa parah, meski jidatku
sempat berdarah-darah dan tanganku terkilir, serta luka lecet hamper diseluruh
tubuh. Meski tak sampai membuatku pingsan, aku harus merasakan mondok tiga hari
di rumah sakit.
Sementara polisi yang
kutabrak tak separah aku. Tapi justru motornya yang parah, sempat aku ciut
nyali saat temen-temen polisi dan orang-orang mengerumuniku. Di TKP teman-teman
polisi itu justru yang marah-marah dan bersikap agak keras padaku, tapi mas
polisi itu justru minta teman-temannya bersikap baik dan sabar padaku.
“Sudah, nggak papa
namanya juga nggak sengaja, memang ada orang mau nabrak atau ditabrak? Jangan kasarlah
aku baik saja kok. Kayaknya motor yang kena, nanti kan bisa diselesaikan
baik-baik”.
Aku dibuat kagum bahkan
polisi yang kutabrak itu berbaik hati mengantarku ke rumah sakit dan mengabari
keluarga dirumah. Selama tiga hari itu dia juga menyempatkan diri menjengukku
di rumah sakit. Kami jadi akrab karenanya.
Nah, setelah keluar
dari rumah sakit aku mulai disibukkan urusan ganti rugi onderdil motor senilai
puluhan juta itu. Ganti rantai saja nilainya jutaan rupiah, itu pun belum spare
part lain.
Makanya hampir seluruh
tabungan hasil kerja sampinganku ludes semua. Tapi aku memang harus
bertanggungjawab bukan? Aku tak mau menyusahkan orangtua soal ganti rugi,
hingga aku bilang ke mas polisi cuma bisa mencicil sedikit demi sedikit.
Seperti biasa, kali ini
aku ke rumah mas polisi untuk mencicil ganti rugi. Ini keempat kalinya aku
kesana. Sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih dia menerima “setoranku”.
Dan seperti biasa pula kami ngobrol sejenak. Tak kusangka dia tiba-tiba
bertanya, “sudah ada gambaran nikah belum?” tanyanya padaku sambil mesem-mesem.
“Ya kadang pingin juga
mas, kerja kecil-kecilan insya Allah sudah ada, pinginnya nggak nunda-nunda,
tapi jodohnya belum ada”. Jawabku sambil cengar-cengir.
“Mau sama adikku?
Serius nih, orangnya pake jilbab gedhe kamu carinya kan yang kayak gitu”. Mas
polisi bilang gitu mungkin karena celanaku yang “kayak orang kebanjiran”
seperti temen-temen kampus yang suka meledekku.
“Bener kok, serius!”
Ujarnya menegaskan.
Sore itu aku pulang dan
berjanji memikirkan tawarannya. Setelah berkonsultasi dengan orang tua dua
pekan kemudian kuberikan jawaban “Ya”. Tentu saja, akhwat dan keluarganya sudah
tahu keadaanku yang perbedaannya ibarat kangit dan bumi dengan mereka yang dari
keluarga berada. Meski awalnya minder, sikap bapak akhwat yang begitu baik
membuatku percaya diri, pesannya padaku singkat.
“Laki-laki yang bisa
menjadi imam dan tanggungjawab, satu lagi jaga anak perempuan saya, dia
sepenuhnya saya titipkan ke kamu”.
Meski diberi
tanggungjawab yang tak ringan, hatiku serasa diguyur es, sejuk…. Rasanya. Aku
segera pulang ke awang-awang sepulang nazhar. Mas Har, si mas polisi yang
kutabrak itu mencegatku, ia menyerahkan amplop tebal padaku.
“ini uang yang kamu
titipkan padaku, ini hadiahku tapi bener ya cepet jemput bidadarimu! Ia memukul
pundakku ringan dan pergi tanpa memberiku kesempatan bertanya lagi.
Masya Allah, di rumah,
begitu kubuka amplop ternyata isinya uang sesuai ganti rugi motor yang
kuberikan kepada mas Har. Segera kuhubungi mas Har lewat telepon, tapi ia
tertawa ringan.
“Aku sudah bilang, itu
untuk calon adikku”.
Berkaca-kaca saat
kututup telepon sambil tak henti-hentinya bersyukur. Sudah nabrak orang,
dikasih adiknya, dipercaya orangtuanya, uang ganti ruginya masih dikembalikan
padaku.
Semalaman aku tak bisa
tidur entah karena senang atau bingung. Uang senilai hampir sepuluh juta itu,
kuberikan sebagai mahar saat akad nikah buat istri. Tepat sebulan sebelum
Ramadhan.
Kini kami sudah punya 2
momongan, insya Allah beberapa bulan lagi akan bertambah seorang lagi. Mas Har
menikah 2 tahun kemudian, ia baru punya satu momongan, Alhamdulillah kami semua
hidup bahagia. Mas har dan istrinya juga mulai tertarik manhaj mulia ini. Dan
itu menambah kebahagiaan kami.
0 komentar:
Posting Komentar