Minggu, 04 Agustus 2013

9 Tahun Tak Berdaya dalam ayunan

Mak Rasem (70 tahun) hari itu kembali pergi ke sawah untuk menjadi kuli tandur (buruh tanam padi). Ia merasakan sakit di bagian punggung dan pundaknya. Tapi ia tak punya pilihan lain kecuali tetap menjadi buruh serabutan di sawah untuk menyambung kehidupan keluarganya. Hal ini ia lakukan semenjak setahun silam, ketika pak ekek (70 tahun) suaminya terpaksa berhenti bekerja sebagai penjual kangkung keliling karena kedua matanya yang tiba-tiba buta.


selain bersama Pak Ekek, Mak Rasem tinggal bersama cucu kesayangannya, Yulia. Gadis sembilan tahun ini mulai tinggal bersama Mak Rasem sejak lima tahun lalu, setelah ibu dan ayahnya meninggal didera sakit paru-paru. Yulia datang saat itu dalam kondisi sakit dan kekurangan gizi. Lima tahun bergulir, tubuh mungil yulia tidak banyak berubah. Kini, usia Yulia sudah sembilan tahun, berat badannya hanya 5,2 kilogram. pergelangan tangannya nyaris sebesar satu jari tangan orang dewasa. Tubuhnya kecil, hanya terlihat tonjolan-tonjolan tulang di sana sini berbalut kulit. Ia tak bisa bicara, tak bisa juga bergerak aktif, hanya menghabiskan sepanjang hidupnya dalam sebuah ayunan bayi dari sebuah kain sarung tua.

Sore itu Mak Rasem bergegas pulang dari sawah, pikirannya kacau. Setibanya di rumah ia terkejut melihat darah keluar cukup banyak dari mulut yulia. Dalam ketidak mengertiannya, ia panik. Mak Rasem membersihkan mulut Yulia. Dengan sedih iapun pergi ke toko obat, mak mersem menceritakan kondisi yulia, ia pun meminta izin untuk berhutang obat karena tak punya uang sepeserpun. Tapi naas, obat yang mak mersem minta tak ada di situ.

Mak Rasem bergegas pulang menemui yulia kembali, tak bisa ku bayangkan bagaimana perasaan mak Rasem saat itu, kalau saja aku jadi dia, mungkin sepanjang jalan pulang akan bercucuran air mata.

Beberapa hari kemudian datanglah seorang calon kepala desa menemui mereka dan memberikan bantuan untuk pengobatan yulia, tak besar, hanya 100rb rupah, tapi dengan uang itu alhamdulillah mak rasem biasa membawa yulia berobat ke seorang bidan. dari sana lah akhirnya proses pengobatan pun di mulai dan informasi tentang yulia mulai menyebar hingga ke telinga relawan kampus peduli.

Pada hari Sabtu, tanggal 17 februari 2013, 7 relawan kampus peduli kembali berangkat ke lokasi setelah sebulan sebelumnya datang untuk survey.
Agak kaget, rumah bilik kumuh itu kini sudah tak ada, berganti dengan rumah baru yang belum tuntas di bangun, Baru pondasi dan kerangkanya saja yang berdiri. Nampak mak Rasem, pak ekek dan yulia tengah berdiam di depan rumah tetangga yang juga terbuat dari bilik dan berlantai tanah ternyata rumahnya mak rasem dapat bantuan dr donatur untuk di perbaiki.

 dalam percakapan yang mengalir, Spontan Aku bertanya “mak, bagaimana perasaan emak sekarang?”. Mak Rasem pun menjawab “ kalo sedih ya pasti, emak suka ngelamun, bengong, kadang mikir ke depan nya akan bagaimana ya hidup emak, bagaimana kalau emak meninggal, siapa yang mau merawat yulia? Si kakek sudah tidak bisa melihat, ngasih susu aja suka salah ga ke mulut yulia.”
  

Kami lalu melanjutkan per berbincangan bertanya kabar tentang kondisi emak sekeluarga sekarang. Masya Allah, mereka sekarang bahkan tak memiliki sabun dan yang lain nya untuk mandi, pantas saja badan yulia terlihat kotor dan bau, terutama di bagian kepala. Kami pun membagi tim menjadi dua, 1 tim pergi ke kota untuk mebeli buah, susu, bubur bayi, perlengkapan mandi dan obat, sedangkan tim yang lain mencoba tertawa bersama menghibur mak Rasem sambil membantu menggunting kuku yulia yang panjang dan kotor.

0 komentar:

Posting Komentar