Kandungan
utama budaya sering digunakan sebagai pendekatan oleh pemasar dalam
menganalisis budaya untuk melakukan terobosan pemasaran. Pemasar biasanya
berfokus pada nilai-nilai dominan dalam suatu masyarakat. Kandungan suatu budaya (
content of culture) adalah kepercayaan, sikap,
tujuan, dan nilai-nilai yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat
dalam suatu lingkungan yang menyangkut aspek-aspek lingkungan sosial ( ragam
agama dan kepercayaan, ragam partai politik , dsb) dan fisik ( produk,
peralatan , gedung dan bangunan dsb) dalam masyarakat tertentu.
Tujuan dalam analisis budaya adalah untuk
memahami kandungan makna dari sudut pandang konsumen yang menciptakan dan
menggunakannya. Misalnya pengibaran bendera memiliki tanggapan rasa patriotisme
dan semangat juang, diskon 50% adalah memiliki tanggapan “daya tarik” yang
heboh, antri lebih dari 30 menit bagi sebagian orang Amerika membuat frustasi
dan marah, namun di bagian masyarakat Indonesia merupakan hal yang biasa saja,
sehingga ada slogan” budayakan antri……yang ada gambarnya bebek berbaris rapi…).
Seperti
halnya makna berjabat tangan ketika menyapa menjadi simbol selamat datang dan
persahabatan oleh sebagian besar masyarakat dunia, meskipun ada sebagian yang
melakukannya dengan membungkukkan badan atau mencium. Perbedaan makna budaya
bahkan dapat diamati dari lingkungan berbelanja apakah toko diskon yang
konsumen bisa memilih sendiri atau toko
spesial yang dilengkapi dengan pelayanan pribadi penuh dari pramuniaga dan
fasilitas belanja yang mewah.
Akhirnya
strategi pemasaran juga memiliki makna yang dipercaya bersama, seperti reaksi
masyarakat terhadap iklan. Masyarakat Amerika terbiasa mengungkap iklan dengan
secara langsung dan terbuka, bahkan dianggap terlalu ‘fulgar’ atau emosional
oleh sebagian masyarakat di negara lain. Atau promosi diskon dan penjualan
murah, di sebagian masyarakat bisa dianggap positif tetapi bagian masyarakat
lain bisa berbeda dan justru sering mendapat reaksi negatif karena adanya
anggapan bahwa barang yang didiskon pasti tidak berkualitas dan barang sisa,
cuci gudang atau barang yang tidak laku.
Sehingga
pemasar harus hati-hati menangkap makna budaya dari produk dan merek yang akan
dipasarkan dengan melihat lingkungan budaya yang melekat pada target pasar yang
akan dipilihnya.
0 komentar:
Posting Komentar